KTP Merah Putih Saat Darurat Militer di Aceh

in #aceh7 years ago (edited)

ktp merah putih.jpg
Bentuk Depan KTP Merah Putih

Aceh adalah salah satu provinsi di Indonesia yang penuh dengan pergolakan sampai puluhan tahun. Ada perlawanan DII/TII yang dipimpin oleh Tgk. Muhammad Daud Beureueh terhadap Jakarta dan yang terakhir adalah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang dipimpin oleh Dr. Hasan Muhammad di Tiro. Kedua perlawanan tersebut dilakukan karena kecewa dengan Jakarta yang dianggap “ingkar janji” dan memperlakukan Aceh dengan tidak semestinya.

hasan-tiro-2.jpg
Dr. Hasan Muhammad di Tiro dan Pasukannya

Akibat perlawanan GAM dan simpatisannya yang terus menerus maka kemudian Jakarta memberlakukan daerah Darurat Militer (DM) untuk Aceh mulai 18 Mei 2003 pada masa Presiden Megawati Sukarno Putri. Selama status DM ditetapkan, berbagai kisah pilu terjadi baik yang muncul kepermukaan maupun yang “tersimpan rapat” di memori para korban. Kisah pilu tersebut tidak mereka ceritakan kepada siapapun karena trauma yang sangat mendalam, takut atau mungkin juga malu karena dapat dianggap aib. Korbannya dapat berasal dari TNI, Polri, PNS, GAM dan yang paling banyak adalah masyarakat sipil yang tidak berdosa. Mereka terjepit di tengah pertarungan antara “TNI-POLRI” dan “GAM”. Kisah pilu ini menjadi kenangan yang tidak akan terlupan seumur hidup bagi yang mengalaminya.

GAM.jpg
Pasukan GAM

Di antara sekian banyak kisah, salah satu yang ingin saya angkat dalan tulisan ini adalah tentang Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang kemudian dikenal dengan “KTP Merah Putih”. Disebut KTP merah putih karena berwarna merah putih seperti bendera Indonesia dan memuat Pancasila. KTP ini ditandatangani oleh tiga orang pejabat sekaligus yaitu camat, Komandan Komando Resot Militer Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kepala Kepolisian Sektor (Polri). Sedangkan KTP biasa hanya ditanda tangani oleh Bupati (Camat/Kadis Kependudukan dan Catatan Sipil) saja.

kopassus.jpg
Kopassus, Salah Satu Pasukan yang Bertugas di Aceh Saat DM

Proses pembuatan KTP Merah Putih ini juga memakan waktu yang panjang dan berliku karena setiap pemohon akan dilakukan penelitian khusus (litsus), diintrogasi, apakah terlibat atau tidak dalam GAM. Mereka yang terlibat pasti tidak akan berani mendatangi Kantor Camat, Kormil dan Polsek setempat karena resikonya sangat besar, ditangkap.

2. KTP DARURAT MILITER.jpg
Bentuk Bagian Dalam KTP Merah Putih

Ada semacam kepercayaan saat itu bahwa KTP “identik” dengan nyawa. Mereka yang tidak dapat menunjukkan KTP saat dilakukan razia maka kemungkinan besar akan ditangkap karena dicurigai sebagai anggota atau simpatisan GAM sehingga sulit untuk pergi kemana-mana. Razia kenderaan dilakukan sangat ketat 24 jam sehari hampir di seluruh Aceh, lebih-lebih pada daerah perbatasan Aceh-Sumatera Utara. Semua orang dan barang bawaan akan diperiksa dan digeledah tanpa kecuali.

KTP BIASA.jpg
KTP Biasa yang Berlaku di Indonesia

KTP merah putih itu merupakan “tembok pemisah” antara masyarakat sipil dengan anggota GAM. Namun KTP merah putih juga merupakan tempok pemisah yang “sangat menakutkan” antara masyarat Aceh dan luar Aceh di Indonesia. KTP ini menimbulkan “stigma negatif” terutama jika digunakan di luar Aceh karena dicap sebagai kaum pemberontak. Berbagai kisah sedih dan miris dialami oleh masyarakat Aceh ketika bepergian ke provinsi lain dengan menggunakan KTP merah putih, misalnya sulit diterima, dicurigai, dan didiskriminalisasi. Bahkan kami sulit mencari rumah kos, pekerjaan, kami juga sulit mengurus surat-surat dan bahkan kami juga sulit membuka rekening bank. Pihak bank tidak mau menerima KTP merah putih yang kami berikan, mereka meminta KTP “biasa” yang kami tidak punya.

Ini adalah sekelumit kisah tentang DM di Aceh dan KTP merah putih serta konsekwensinya. Mempunyai KTP merah putih saat itu akan memudahkan dalam melakukan aktivitas di Aceh, tetapi akan menimbulkan tekanan “psikologis yang sangat kuat” jika digunakan di luar Aceh karena kami sering mendapatkan pandangan sinis dan penuh curiga dari masyarakat luar Aceh.

mouhelsinki.jpg
Penandatanganan MoU Helsinki, 15 Agustus 2005

Semoga Aceh ke depan akan lebih baik dan tidak pernah lagi terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kedua belah pihak, Jakarta dan Aceh harus sama-sama komit dan memegang teguh terhadap MoU, kesepakatan damai, yang telah ditandatangani di Helsinki, Finlandia tanggal 15 Agustus 2005.

Salam hangat di akhir tahun 2017.

Lhokseumawe, 30 Desember 2017.

by @ismadi

Sort:  

Paling susah dulu urus KTP merah putih.

Generasi old Aceh yang berdomisili di Aceh pasti pernah merasakan bagaimana prosedur urus KTP merah putih. Berduyun2 tapi deg2an dan harap2 cemas....

Tulisan yang sangat menarik kanda, memang saat itu "Surat Leumo" itu sangatlah berharga bahkan lbh berharga dari emas.
Dari segi lain, saya yang kala itu bekerja disebuah toko foto studio mendapatkan rezeki yang melimpah.
Setiap hari toko tempat saya bekerja menerima orderan fotokopi ratusan lembar Kartu Keluarga. Begitu juga dengan pembuatan pasfoto, yang kala itu belum merebaknya DSLR.

Ya betul. Di satu sisi menimbulkan kecemasan dan rasa takut di masyarakat namun ini mendatangkan keuntungan di pihak2 tertentu spt pengusaha FC dan fotografer.

Kenangan buruk...

Semoga kejadian kelam masa lalu tidak akan terulang kembali di Aceh.

Thank you for Using #promo-steem tag, Promote steemit by inviting your friends and your family!

wah masih ada kenangan ktp merah putih yg disimpan...punya saya diambil kembali sama pemerintah.

Semua KTP Merah Putih dicabut dan diganti dengan KTP biasa setelah DM selesai. Saya sempat memotret dan menyimpannya dlm bentuk softcopy.

Bisa tidak Pak dengan pemberlakuan KTP merah putih hanya untuk Aceh. Kemudian itu diartikan sebagai bagian dari diskriminasi Pemerintahan Indonesia terhadap Aceh?

Agak sulit menjawab pertanyaan Dinda @munawir91. Di satu sisi memang menimbulkan ketakutan jika KTP tsb digunakan di luar Aceh. Di sisi lain pemerintah punya pandangan sendiri. Ini harus dikaji dari sisi HAM dan saya awam untuk itu. Tks

Genarasi yang memiliki KTP ini mempunyai memori khusus

Hanya generasi "zaman old" Aceh yang pernah memiliki KTP Merah Putih, sedangkan generasi "zaman now" jangankan memiliki, melihat saja blm pernah.

Saya juga merasakan bagaimana kalau tidak ada KTP merah putih, bisa-bisa nyawa melayang. Memang penuh sejarah KTP tersebut. Terimakasih Pak @ismadi sudah mengingatkan.

KTP itu sesuatu yang wajib ada dan wajib dibawa setiap saat. Lupa membawa besar kemungkinan akan mendapat mudibah di jalan

Ulasan yang sangat menarik pak..sebuah catatan masa lalu yang perlu di tuliskan seperti ini disertai bukti otentik.

Sejarah kadang harus kita ingat dan kita tulis, sepahit apapun itu.

Kenangan kecut hmm

Membuka memori dan luka lama ya Pak @marzukidewantara?

sungguh sangat sedih mengingat cerita itu, hampir semua masyarakat Aceh merasakan nya

Iya, ini memori lama yang tidak enak untuk diingat. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari setiap kejadian masa lalu.

Saya tidak ikut merasakan ktp merah putih, walaupun pernah merasakan tendangan ujung L 16

Semoga hal2 yang di luar batas kepatutan dan kemanusiaan tidak lagi terjadi di Aceh. Semoga

Semoga saja demikian pak @ismadi.... :-)

Saya punya pak @ismadi.. hehe

Itu adalah bukti otentik sejarah. Adabaiknya dijaga dan suatu saat bisa diperlihatkan kpd anak cucu.

Bereh,,, that tingat lon wate yak mita tanda tangan polsek dan koramil,, tamelake ata lage nyan beknalee

Kiban tingat nyan? Pue watee mita tanda tangannya jantong meudhup2 teuga that2 karna yee takot hanjeut jaweub pue2 yg akan jietanyong?