CeritaPidie - Suara deru motor mondar mandir melintasi jalan Gampong Pante Teungoeh, Kecamatan Kota Sigli, Kabupaten Pidie. Pasar tradisional di pusat kota tersebut, selalu di padati warga dari berbagai daerah, apalagi dibulan Ramadan, pasar itu selalu ramai menjelang berbuka. Beragam kuliner dijajaki disetiap persimpangan dan pinggiran jalan pasar, dari makanan tradisional hinggga kuliner modern yang kekini-kinian, seperti halnya salah satu kuliner legendaris Aceh, yakni Keuribueng Abi.
Ceritapidie.com, menyambangi perempuan paruh baya, namanya Darmawati, umurnya 40 tahun, dia sedang menganyam daun Nipah (Nypa fruticans), membentuk kubus sehingga mirip siripnya ketupat. Posisinya, tepat ditanjakan jembatan pasar Kota Sigli, menggunakan kerudung bermotif bunga-bunga dengan didominasi warna ungu, nuansa sederhana membuat wanita hitam manis asal Gampong Utue, Kecamatan Pidie tersebut, tampak nyaman dengan tampilannya.
Tanganya terus bekerja, menganyam daun Nipah muda, dijadikan sebuah bentuk mirip kubus, sesekali dia melihat kearah jalan, berharap ada yang membeli jajanan yang dijualnya. “Daun ini, kita bentuk dulu, setelah itu baru kita masukan adonan yang sudah disiapkan kedalamnya, setelah itu baru dijual,” Jelasnya dengan sesekali tersenyum malu, melihat kearah kamera.
Menurutnya, keribueng Abi, kini sudah semakin sulit didapat, selain penjualnya yang sudah jarang didapatkan, permintaan konsumen juga menjadi alasan utama, makanan ini akan semakin tertinggal. Menurutnya, Keuribueng Abi, dipasar Kota Sigli, hanya warga Utue, yang masih menjualnya dibulan Puasa, dia belum melihat ada warga lain yang berjualan itu.
“Kini hanya warga kami yang masih menjualnya, itupun dapat dihitung jari, tak banyak lagi. Tak banyak yang beli, makanya yang jualnya semakin sedikit,” Ungkapnya.
Proses pembuatan Kribueng Abi, tidaklh sulit. Berbahan dasar beras, kemudian dicuci sampai bersih, ditambahkan santan, gula, garam dan buah nangka sebagai aroma murni. Setelah itu, dicampur dan diaduk dalam kuali yang telah diisi air. Setelah dimasak, tunggu sekitar 30 menit, maka adonan akan matang dan siap dituangkan kedalam daun nipah yang telah dibentuk sebelumnya.
“Setelah dituangkan, Kribueng siap dijajakan dipasar untuk dijual,” Cerita Darmawati, sambil terus mengayaman daun nipah yang seakan tak pernah selesai dari tangannya.
Puluhan tangkai anyaman tampak berjejer rapi diatas meja Kak Dar, panggilannya. Berbentuk pola yang indah dan enak untuk dilihat, meski tak penuh meja. Dia mengatakan, Kribueng itu dijual seharga Rp. 5.000 pertangkainya, setiap tangkai berisi lima buah, harga itu bertahan selama ini tanpa ada peningkatan harga selama lima tahun.
Selama bulan Ramadan, Kak Dar, dapat menjual Kribueng hingga 50 tangkai, hal itu meningkat dari hari biasanya yang hanya laku mencapai 20 tangkai.
"Alhamdulillah, selama bulan puasa saya mampu menjual sampai 50 tangkai, kalau hari biasa hanya mampu terjual 20 tangkai saja," Ungkapnya lirih, matanya tetap tajam melihat kekiri dan kanan, menunggu pembeli yang datang.
Radiah, 41 tahun, pembeli dari Simpang Tiga, menyebutkan bahwa dia dan anaknya sangat menyukai Kribueng Abi. Meski makanan legendaris itu sudah sangat jarang ditemukan, namun dia dan keluarganya masih tahu dimana harus ditemukan kuliner khas itu.
" Biarpun susah ditemukan, makana ini masih menjadi kesukaan bagi saya dan anak-anak di rumah. Rasa dan aroma nangka Kribueng itu sangat enak, terutama khas Nangka itu," Jelasnya.
Lain halnya dengan Hamid, pria 45 tahun yang berprofesi sebagai tukang becak itu mengaku sangat menyukai Kribueng, tetapi dia mengatakan makanan itu sering disantapnya seusai Salat Tarawih.
Menurut pantauan Ceritapidie.com, Kribueng Abi masih diminati oleh kalangan tua, generasi millenial sudah banyak yang tidak mengenali kuliner yang satu ini. Makanan khas ini hanya dapat kita jumpai di Sigli, dan hanya dijual di beberapa tempat saja.
Laporan : Mahzal Abdullah
Posted from my blog with SteemPress : http://ceritapidie.com/kribueng-abi-kuliner-khas-rasa-nangka/