Dear My Steemian Friends,
Sharing yuk soal safety procedure atau safety standard yang harusnya diberlakukan pada saat kita menaiki transportasi umum terutama kapal laut, perahu, dan sejenisnya. Tapi fokus saya kali ini akan lebih mengerucut pada prosedur keamanan layanan transportasi di kawasan wisata.
Belum lama kita baru saja berduka karena banyaknya korban nyawa dari kapal motor yang mengalami kecelakaan di atas danau toba. Duuh ngeri saya membayangkannya. Bukan semata karena saya gak jago berenang dan gak bisa membayangkan kalau saya ada dalam rombongan kapal motor, tapi miris sekali bahwa kadang peristiwa yang kita sebut kecelakaan ini kadang salah satunya merupakan kontribusi dari kelalaian kita sendiri.
Sungguh ironis ketika nyawa manusia menjadi begitu receh. Salah satu hal yang sering membuat saya miris adalah saat prosedur dan standar keamanan dalam proses berlayar kadang tidak diindahkan sama sekali baik oleh kita pengguna jasa atau bahkan oleh pihak yang seharusnya mengayomi kita sebagai pengguna. Dalam hal ini penyedia jasa transportasi umum tersebut.
Bukan sekali dua kali saya berada pada kondisi “terpaksa” menerima pelayanan apa adanya dari sisi standar keamanaan saat menaiki kapal laut atau sekedar perahu yang digunakan sebagai sarana transportasi pada wisata air atau wisata laut.
Saya pernah menyebrang dari Pulau Samosir dan menyebrangi Toba dengan kapal ferry yang cukup besar dan merapat ke Parapat dengan aman. Untuk kapal penumpang dan barang sebesar ini saya tidak terlalu paham apakah sudah terpenuhi prosedur keamanan seperti batas muatan penumpang dan barang, manifest yang jelas, tersedianya alat pengaman dalam kasus emergency, dan seterusnya. Paling kita cuma bersyukur alhamdulillah sampai ke tujuan dengan selamat.
Tidak jarang saya harus dag dig dug sepanjang perjalanan terutama di atas laut atau perairan dengan kapal atau perahu yang lebih kecil ketika secara kasat mata saya melihat ada penyimpangan prosedur keamanan. Contoh yang paling banyak adalah tidak disediakannya pelampung yang memadai atau jumlah muatan penumpang yang melebihi kapasitas.
Pernah dalam perjalanan kembali dari Karimun Jawa ke Dermaga di Jepara, kapal ferry yang saya tumpangi kelebihan penumpang sampai terjadi keributan antar penumpang yang berebutan kursi. Ternyata ada penumpang yang memiliki tiket tanpa nomor kursi yang sudah menduduki kursi yang seharusnya menjadi hak penumpang lain dengan tiket dan nomor kursi yang sesuai. Mirisnya jumlahnya sangat banyak penumpang seperti itu.
Awak kapal bahkan tidak bisa memberikan solusi atas keributan tersebut. Menurut mereka memang ada kebolehan menjual karcis sekian persen melebihi jumlah kursi sepanjang sang penumpang memang mau menanggung resiko tidak mendapat kursi. Namun akibatnya bukan sekedar soal kenyamanan saja namun faktor keamanan menjadi terabaikan.
Saat menyebrang menuju Bunaken dengan kapal cepat, kami sebagai penumpang tidak diwajibkan awak untuk menggunakan pelampung padahal pelampung tersedia. Karena takut dan tidak jago berenang saya memilih mengenakannya. Penumpang lain yang merasa tidak perlu dan tidak mengenakannya tidak dipermasalahkan. Waah kok bisa.
Demikian juga saat saya menyeberang menuju Gili Trawangan dengan kapal perahu motor. Tidak disediakan pelampung saat itu. Pengalaman yang sama saat saya menyeberang menuju Pulau Labengki dari salah satu dermaga di Konawe. Hmm bismillah aja, karena ternyata awak kapal dengan santai bilang “insyaAllah aman kok bu” haduuuh apa boleh buat sudah terlanjur basah 😆. Sepanjang jalan biasanya saya banyak-banyak bardo’a. Jujur saya gak bisa menyembunyikan rasa khawatir meskipun terpaksa tetap naik.
Kecelakaan perahu kapal motor juga belum lama terjadi pada kapal penumpang menuju kepulauan seribu. Ini juga merupakan kapal atau perahu wisata. Saya yakin selain faktor kecelakaan atau memang kondisi alam, faktor terabaikannya prosedur keamanan menjadi kontributor yang sangat signifikan. Kelebihan muatan penumpang dan tidak tersedianya pelampung bagi setiap penumpang.
Well, tapi ada juga kok, penyedia jasa yang kemudian sangat memperhatikan masalah prosedur keamanan. Yang seperti ini kadang terkesan kaku, padahal memang seharusnya begitu. Yang harus dikhawatirkan saat mereka santai saja padahal tidak memenuhi tanggungjawab keamanan bagi kita penumpang. Kadang kita sebagai penumpang harus juga punya awarness untuk meminta dan menanyakannya pada awak kapal/perahu. Karena kadang fasilitas pengaman tersedia tapi kita enggan menggunakan karena alasan kurang nyaman atau bahkan meremehkan. Ah ngapain pakai pelampung, cuma gitu aja kok dan seterusnya.
Saat melakukan wisata air di Pulau Pahawang Lampung, Islands hoping di Kepulauan Karimun Jawa, dan berlayar menuju Pulau Padar untuk bertemu Giant Komodo, para awak kapal menyaratkan kami mengenakan pelampung sebelum berlayar dan memperhatikan jumlah muatan penumpang. Meski cuaca agak mengkhawatirkan saat menuju Pulau Padar saat itu, namun saat itu saya sedikit lebih tenang karena kami semua diminta memakai pelampung. Kadang untuk wisata air yang skalanya lebih kecil justru standar keamanan semacam ini tidak anggap serius. Misalnya perahu wisata di danau atau telaga dan sejenisnya padahal potensi kecelakaan juga tidak berbeda dengan kapal besar di laut.
Terakhir lebaran lalu saat menyeberang dari Dermaga Karang Song menuju Hutan Mangrove saya ketar ketir karena meskipun jaraknya dekat hanya sekitar 200 - 700 meter saja namun saat naik perahu motor penumpang yang dihitung hanya penumpang dewasa dari kapasitas 20 orang per kapal. Padahal saat itu banyak anak-anak yang menyertai orang dewasa. Pelampungpun saya lihat hanya ada 2 dan sama sekali tidak ditawarkan kepada kami.
“Kita tidak dipakaikan pelampung nih mas?” Tanya saya. “Dekat kok bu...” Iya sih... tapi kan?
Yang bikin saya deg-degan banyaknya penumpang anak-anak di rombongan kapal kami. Ngeri banget kan kalau terjadi apa-apa.
Jadi jangan lupa sebaiknya kita juga tanyakan dan mintakan awak kapal memenuhi ketentuan standar keamanan. Demi kenyamanan dan keselamatan kita sendiri.
Teman-teman punya pengalaman yang bisa dibagi terkait dengan prosedur keamanan saat menaiki kapal atau perahu (wisata)? Share yuuk di kolom comment/reply...
photo merupakan screenshot dari video yang diambil dengan IPhone 6 saat kami menyeberang menuju hutan Mangrove di Kawasan Pantai Karang Song Indramayu.
Salam,
Ophi Ziadah, 23 Juni 2018
Wah berarti kalah sama Kota Cilacap dong. Para pengangkut jasa perahu dari Pantai Teluk Penyu ke Pulau Nusakambangan malah selalu tersedia pelampung dan penumpang wajib memakainya. Padahal itu merupakan perahu nelayan
Walaaah aku kok lupa ya cantumin itu mas @tusroni, aku pernah juga nyebrang dr pantai teluk penyu ke nusakambangan. Tahun berapa ya waktu itu, 2015 deh dan saya gak dikasih pelampung juga.
Ini ceritanya pernah sy tulis di blog saya https://www.ophiziadah.com/2015/06/sisi-lain-pulau-nusakambangan.html
Berarti sekarang sudah dipakaikan pelampung ya, alhamdulillah klo gt
Sekarang selalu ditawarkan jika akan naik perahu untuk memakai pelampung
Yang ngeri waktu mau Gili Trawangan ombak besar malah ga ada pelampung.
Waktu ke karangsong saya juga sampai pilih pilih perahu mana yg kasih pelampung.
Iya teh ke Gili juga duli sy gak disediakan pelampung gak tahu klo sekarang ya
demi uang memang sering kali prosedur keamanan diabaikan ya mbak, miris lihatnya. seharusnya ini sudah jadi perhatian serius kita bersama
Iya klo pas kejadian sm kita, duuh deg degan luar biasa mba
Teledor pangkal kecelakaan.
Memang kalau safety itu diutamakan dan dilaksanakan akan lebih baik dan aman.
Cuma kadang Manusia sering mengabaikan nya.
Iya mas, kadang sy smp berpikir ya sombong kali kita niih kayak punya banyak nyawa aja ...
saya terlahir di pesisir tapi saya takut naik perahu
kalau tenggelam ga bisa berenang
Klo pakai alat pengaman spt pelampung sih gak masalah mba meski ga jago berenang...