Lhokseumawe, 1 Mei 2018
Burung bangau putih terlihat memenuhi pinggiran waduk dari kejauhan. Ini merupakan waduk terbesar di kota lhokseumawe, provinsi Aceh. Biasanya saya cukup akrab dengan beberapa kondisi pagi hari disini. Saya sebagai perantau yang datang ke tanah rencong sebenarnya sudah tak asing dengan waduk ini. Waduk yang merupakan sebagai saluran pembuangan air kota ke laut juga digunakan masyarakat sekitar sebagai fasilitas olahraga khususnya jogging di kota lokseumawe. Begitu juga dengan saya sudah tak terhitung rasanya saya berlari lari kecil saat mengitari waduk kota saat akhir pekan. Hembusan angin laut, pepohonan yang rindang jauh dari jalanan kota, menjadikan salah satu tempat favorit saya yang mungkin juga masyarakat kota lhokseumawe untuk berolahraga.
Tapi hari ini saya datang dengan kondisi yang berbeda, kabarnya senja menjanjikan hal yang lebih indah ketimbang intipan matahari pagi. Dan kenyataanya memang tak dipungkiri. Saya benar benar jatuh cinta dengan tempat ini saat senja. Sembari berkeliling untuk mengambil beberapa foto disekitar waduk. Saya memperhatikan puluhan ibu ibu berendam dengan membawa ember yang cukup lebar berisi semacam moluska, entah itu kerang atau tiram, Sempat menjadi perhatian saya. Mereka berenang dalam lumpur saat kondisi air laut tak cukup besar. Beberapa darinya ingin menyudahi sambil mengarah ke tangga naik ke jalan. Dengan senyum ramah mereka memperhatikan saya.
Dengan sedikit perbincangan saya dan mereka. Saya mendapat informasi bahwa pulahan ibu-ibu hebat ini adalah pencari kerang dan tiram. Mereka bekerja sejak ashar sampai akan magrib datang. mengumpulkan satu persatu kerang dan tiram, berenang pada dalamnya lumpur dan sampah-sampah. Dengan tekat hasil yang didapat dapat terjual dan menghasilkan uang. Keterpaksaan dan tuntutan ekonomi menjadikan mereka harus berjuang lebih bukan hanya sekedar menjadi peran ibu namun menjadi pencari nafkah bagi keluarga. Gambaran lain yang sangat berbeda dengan gemerlapnya warung kopi yang menyajikan makanan bergaya internasional itu. Harapan dalam diri saya saat mendengar cerita mereka sebenarnya tak besar. Berharap si ibu menurunkan semangatnya kepada anak-anaknya kelak, agar si anak mengerti dan faham untuk belajar dan bekerja keras. Bahwa saya nantinya tidak boleh seperti Ibu, Harus lebih baik dan hebat, harus bisa membahagiakan sang Ibu, Dan harus bisa memutuskan pilihan untuk menjadi orang sukses dan berhasil*. Terlepas dari apapun yang mereka kerjakan.
Buat ibu pencari tiram saya tau seberapa sedihnya ibu ketika berbicara kepada saya. Tentang harapan ibu, yang saya pikir tak terlalu berlebihan. " Hanya mau hidup nyaman di tanah kami sendiri, tidak ada keributan, meskipun kami hanya pencari kerang, asal bisa makan dan menyekolahkan anak sudah cukup ". Terima kasih teruntuk ibu atas segala inspirasi yang luar biasa hebat sebagai seorang wanita, sebagai seorang istri dan sebagai seorang ibu bagi anak – anaknya. Semoga tuhan menyertai langkah ibu, saya harap ibu sehat, tetap semangat. Saya tahu Tuhan tidak akan diam. Dia pasti akan menolong dengan caranya yang unik.