Tentang Cara Menghindari Logat Jawa dalam Berbahasa Indonesia
Dear steemians.
Sebagai pendengar atau pembaca teks berbahasa Indonesia kita sering mendengar atau menemukan kata-kata yang tidak baku, tetapi dianggap baku oleh penuturnya. Karena tak ada yang menyanggah atau mengingatkan orang tersebut bahwa kata yang diucapkan itu sebenarnya tidak baku, lalu ia menganggap bahwa itulah bentuk yang baku.
Buku-buku karya Dr. Sulaiman Tripa. Teksnya terbebas dari logat Jawa.
Alhasil, karena terbiasa menggunakan kata tidak baku tersebut dalam ragam cakap (lisan) maka tanpa rasa bersalah orang tersebut pun dengan seenaknya saja mengadopsi ragam tak baku itu ke dalam ragam tulis. Tulisannya kemudian tersebar dan dibaca oleh banyak orang, bahkan dikutip. Saat dikutip, pengutip menganggap itulah yang benar sehingga kemudian ribuan bahkan jutaan orang di Indonesia menggunakan bentuk yang tak baku tersebut.
Contoh paling nyata dalam peristiwa kebahasaan seperti ini adalah penggunaan kata umroh. Sesungguhnya, kata ini karena tidak baku maka tidak dicantumkan di dalam KBBI V. Tapi kata umrah ada di dalam KBBI karena itulah bentuk yang baku.
Tanpa sadar, kata umroh dianggap benar, bahkan banyak perusahaan "biro perjalanan haji dan umroh" anteng-anteng saja menerakan kata umroh mulai di akta pendirian, cap stempel, hingga di kop surat, dan papan nama perusahaan. Anehnya lagi, Kemenkumham pun tak pernah membetulkan sejak awal kata yang tak baku itu menjadi umrah saat mengeluarkan izin resmi beroperasinya biro perjalanan dimaksud. Seakan tak ada yang peduli tentang hal ini meski bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa resmi negara kita sejak 72 tahun silam.
Slide presentasi Ibu Nur Janah Nitura pada pelatihan FAMe tentang Expressive Writing
Selain kata umroh ada puluhan kata lagi dalam bahasa Indonesia yang mengalami jawaisasi atau sundaisasi. Misalnya, shadaqoh untuk sedekah; baheulak untuk baheula. Awalnya, gejala kebahasaan seperti itu karena terpengaruh logat atau dialek, tapi kemudian sudah dirasakan lumrah. Padahal, Indonesia membakukan ragam tulis, bukan ragam cakap berbasis logat, seperti halnya jiran kita, Malaysia.
Orang Malaysia membakukan kastam, basikal, tair, kes, dan bas untuk kata yang dalam Inggrisnya adalah custom, bicycle, tire, case, dan bus. Itu karena, begitulah pelafalan awak Malaysia terhadap kosakata Inggris tersebut dan ragam cakap itu pula yang mereka bakukan menjadi ragam tulis, lalu dientri ke dalam kamus.
Fenomena yang kurang lebih sama juga melanda sebagian penutur bahasa Indonesia dari etnis Jawa. Mereka melafalkan kata tertentu dalam bahasa Indonesia--terutama yang diserap dari bahasa Arab--dengan logat Jawa sehingga begitu menonjol huruf o atau e-nya. Contoh, Gusti Alloh ; khotib; barokah; atau cakep; dalem; anget. Apa yang mereka ucapkan itu, itu pulalah yang mereka tuliskan. Dalam kasus ini, logat begitu berpengaruh terhadap bahasa tulis.
Perlu saya segarkan kembali ingatan kita tentang apa itu logat. Logat adalah cara mengucapkan kata (aksen) atau lekuk lidah yang khas saat melafalkan kata tertentu. Contoh:
- Menilik logatnya, dapat dipastikan bahwa dia orang Batak.
- Dari logatnya langsung bisa ditebak bahwa ia berasal dari Jawa.
- Saat melafalkan huruf t, aksen orang Aceh, Lombok, dan Bali cenderung sama.
- Aksen adalah pelafalan khas yang menjadi ciri seseorang atau warga daerah tertentu.
- Setelah lama tinggal di Medan, aksen Jawanya tak lagi kentara.
Nah, akhirnya saya pertegas, uraian panjang ini saya nukilkan hanya untuk sebuah maksud, agar penutur bahasa Indonesia tahu dan sadar bahwa pengaruh logat Jawa, Sunda, bahkan Betawi terhadap kosakata Indonesia sudah sampai ke tingkat mengubah cara penulisan kata-kata tertentu.
Jadi, dengan mengenali kata-kata mana saja yang sudah terkena pengaruh logat Jawa, Sunda, bahkan Betawi tersebut saya harapkan kita lebih hati-hati dan tetap konsisten menggunakan bentuk bakunya. Paling tidak, inilah kontribusi kecil kita dalam ikhtiar pemurnian bahasa Indonesia agar senantiasa terbebas dari intervensi anasir-anasir Jawa dan Sunda. Ingat, bahasa Indonesia itu berasal dari bahasa Melayu Riau, bahasanya orang Sumatra.
Benar bahwa serapan bahasa Indonesia berasal dari bahasa asing dan daerah. Tapi terhadap kosakata yang sudah baku penulisannya jangan sampai dirusak oleh logat daerah tertentu karena bisa berakibat generasi muda kita jadi bingung untuk menentukan kata mana sebetulnya yang benar atau baku.
Berikut ini saya himpun sejumlah kata yang penulisannya terpengaruh logat Jawa atau Sunda dan versi yang bakunya juga saya cantumkan sebagai pembanding.
***
adek, seharusnya adik
afdhol, seharusnya afdal
akhirot, seharusnya akhirat
Alloh, seharusnya Allah
amien, seharusnya amin
anget, seharusnya hangat
anshor/anshar, seharusnya ansar
asem, seharusnya asam
assolamu'alaikum, seharusnya asalamualaikum
astaga, seharusnya astagfirullah
astoghafirullah, seharusnya astagfirullah hil-' azim
bauk, seharusnya bau
baheulak (Sunda), seharusnya baheula
Baitulloh, seharusnya Baitullah
bantel, seharusnya bantal
bathin, seharusnya batin
barokah, seharusnya berkah
berantem, seharusnya berantam
betol, seharusnya betul
bludak, seharusnya beludak
Buchori, seharusnya Bukhari
brewok, seharusnya berewok
bronjong, seharusnya beronjong
cakep, seharusnya cakap
cakepan, seharusnya cakapan
cepet/cepetan, seharusnya cepat/cepatan
cilaka, seharusnya celaka
dapet, seharusnya dapat
dausa, seharusnya dosa
Dzulkangedah, seharusnya Zulkaidah
entar, seharusnya nanti
fardhu, seharusnya fardu
faroj, seharusnya farji (bukan faraj)
greget, seharusnya gereget
ibuk, seharusnya ibu
infaq, seharusnya infak
insyo Alloh, seharusnya insyaallah
jajag, seharusnya jajak
jariyoh, seharusnya jariah
ketimbang/tinimbang, seharusnya daripada
khittoh/khittah, seharusnya khitah
khotib, seharusnya khatib
kokoh, seharusnya kukuh
kondangan, seharusnya ke undangan/ke tempat pesta pernikahan
makhroj/makhroz, seharusnya makhraj
malem, seharusnya malam
males, seharusnya malas
masyoallah, seharusnya masyaallah
mudhorat, seharusnya mudarat
musholla, seharusnya musala
Musthofa, seharusnya Mustafa
nggak, seharusnya enggak; tidak
pantes/pantesan, seharusnya pantas/pantasan
pengen, seharusnya ingin; mau; hendak
pinter, seharusnya pintar
ponakan, seharusnya kemenakan
rapet, seharusnya rapat
roji'un, seharusnya rajiun
Ramadhon, seharusnya Ramadan
Rasululloh, seharusnya Rasulullah
ridho/ridlo, seharusnya rida
rizki, seharusnya rezeki
seh, seharusnya sih
sohibul hikayat, seharusnya sahibulhikayat
sholat, seharusnya salat
sholawat, seharusnya selawat
silaturrohim, seharusnya silaturahmi
slamet/selamet, seharusnya selamat
sorga/syorga, seharusnya surga
shadaqoh, seharusnya sedekah
tauladan, seharusnya teladan
tentrem, seharusnya tenteram
ujug-ujug (Sunda), seharusnya tiba-tiba
ukhrowi, seharusnya ukhrawi
ummat/ummah, seharusnya umat
umroh, seharusnya umrah
urun rembug, seharusnya urun rembuk
wa barokatuh, wa barakatuh
wang, seharusnya uang
wudhu'/wudhuk, seharusnya wudu
zolim/dholim, seharusnya zalim
***
Berikut ini adalah kosakata yang sebagiannya berasal dari bahasa Jawa, tapi sudah diindonesiakan.
adipati, seharusnya bupati
gembhel, seharusnya gembel
gono-gini, seharusnya gana-gini
lha, seharusnya lah
lho, seharusnya lo
lu, seharusnya lu atau lo
nelongso, seharusnya nelangsa
nrimo, seharusnya nrima
pandito, seharusnya pandita
pendopo, seharusnya pendapa
***
Berikut ini kata yang sekilas mirip kosakata Jawa, tapi ternyata bukan.
- glamor
- khotbah
- kuno
- merem
- sirop
- sopir
- tobat
Demikian, semoga bermanfaat.
Banda Aceh, 29 Juni 2018
Saleuem,
YD
Pembina FAMe dan Redaktur Pelaksana Harian Serambi Indonesia
Dear steemians pada awal tulisan alangkah lebih baik jika diganti menjadi "Salam hangat steemian" mungkin.
Mantap
Semoga bermanfaat Bung @abialmas.
Rasul jadi Rosul, Allah jadi Alloh, mengapa berkah jadi barakoh Bang?
Bukan barakoh, tapi barokah, Bung @jkfarza. Mengapa jadi seperti itu, ya pihak penutur bahasa Indonesia dari etnis Jawalah yang paling tahu jawabnya. Feeling saya mereka sepertinya terpengaruh oleh kosakata Jawa yang memang banyak huruf O-nya.
Waduh. Orang Sumatra harus lebih aktif menjaga bahasa Indonesia. Sebab asalnya dari Melayu Riau.
Benar sekali @abu.teuming. Tapi karena orang Riau pun seperti tak serius mengurus bahasa Indonesia ini, ya biar kita sajalah dari Aceh yang mengurusnya.
iya benar tertulis dengan “sima’i” jauh beda, tertulis Allah yang kita simak Alloh diucapkan namun Umrah kenapa juga ditulis Umroh .... perlu ketegasan pembetulannya .... qadim dibaca Qodim kalau “kodim” lain lagi ..... wallahu a’lam bi al shawab @yarmen-dinamika
Artikel yang menjawab pertanyaan saya selama ini dan benar adanya, kenyataan itu telah terjadi.
Regard,
@ekafao
Congratulations @yarmen-dinamika! You received a personal award!
Click here to view your Board
Do not miss the last post from @steemitboard:
Congratulations @yarmen-dinamika! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!