Suasana hening di langit kelam. Bertabur bintang diiringi senyum cerah sang rembulan. Seperti kelamnya hatiku dengan setumpuk dosa, berharap masih ada senyum mereka yang disuguhkan untukku. Semilir angin menerpa dedaunan. Menggesek rumput-rumput bergoyang tenang menemani para jangkrik bercengkrama. Seolah mereka sedang membentuk majelis dan saling bertasbih pada Sang Pencipta.
Berbeda dengan manusia yang bekerja pada siang hari dalam penatnya terik mentari yang membakar diri, para kelelawar dan bangsanya mulai mencari nafkah pada saat gelap gulita sembari menjilati buah-buahan seperti buah cherry yang ada di sudut rumahku. Bermodalkan tubuhnya yang hitam, agar dapat menyelinap dalam gelap.
Kehidupan kelelawar sudahlah diatur oleh Tuhan. Namun, begitukah para penjilat harta beraksi? Bagi kita, malam adalah saat-saat ketenangan tetapi bagi mereka, malam adalah saatnya pertunjukkan.
Para nyamuk pun ikut beraksi. Bangsa Anopeles mencari mangsa untuk menjilat darah manusia. Seperti drakula saja! Mengganggu ketenangan manusia. Tetapi, tenanglah wahai nyamuk. Aku tak menyalahkanmu. Sebab denga cara itulah rakyatmu bertahan hidup.
Semilir angin tak menerbangkan debu, seperti ia tak mengganggu lelapnya insan yang sedang menikmati bunga tidur. Kayu tua terdengar berderik, apakah ia bertasbih? Atau ia berseteru mencari perhatian alam? Seperti itukah diriku? Melakukan sesuatu bukan karena-Nya? Ku merenung sejenak. Kurasa tidak. Aku menjalani hidupku semata-mata mengharap ridha-Nya. Semoga saja!
Meski gelap, masih tampak bangunan tinggi menjulang nan megah berdiri kokoh. Namun, tak sekokoh hatiku yang mampu menghadapi badai kehidupan. Tak sekokoh jiwaku yang sanggup menghadapi berbagai hal yang rumit.
Lihatlah!! Seorang insan yang hanya ingin mencari kebenaran dengan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukannya. Berharap masih ada kata maaf dan rasa iba dari insan lainnya di sudut dunia. Manusia yang hanya bisa mengharap ridha dan rahmat dari-Nya, tiada hal lain lagi yang mendorongnya untuk berbuat kebajikan di muka bumi selain memburu pahala dari Sang Aziz. Salah satu dari sekian banyak nyawa yang menunggu saat ruhiyah tak lagi menyatu dengan jasad.
Inilah aku! Aku! Yang hanya bisa merenung, merenung dan merenung. Aku sadar. Namun, kapankah aku berubah? Tekadku sudah bulat, namun mengapa masih ada suara-suara negatif menghampiriku? Haruskah aku mendengarnya?
Oh… Dzat Yang Maha Agung. Berikanlah aku kekuatan dan ketabahan dalam mengarungi dunia-Mu, tunjukkanlah jalan lurus-Mu untukku agar aku mampu bertahan hidup, curahkan kasih sayang-Mu agar aku bisa mencurahkannya pada hamba-Mu yang lain. Berkahilah setiap langkahku Ya Allah Yang Maha Pemberi Berkah… Hanya pada-Mu aku bersimpuh dan berserah diri…
Ya Allah… Yang Maha Mengabulkan Doa… kabulkanlah doaku… Amin..