Sebenarnya cewe itu tidak matre, mereka hanya mencoba lebih realistis akan kehidupan yang lebih baik kedepannya. Lagipula, mereka tentu tidak bisa hidup dengan cinta saja. Cewe itu tetap butuh makan dan tempat tinggal untuk bernaung. Sebagaimana dikutip dari www.finansialku.com:
“Wanita yang realistis harus mempersiapkan masa depan keuangannya. Paling tidak dia harus tahu, apakah pasangan yang akan menjadi suami bisa menafkahi dan menghidupi keluarganya? Bagaimana penghasilannya? Apakah pasangan saya seorang yang pekerja keras? Mampu mengelola keuangan? dan lain sebagainya”.
Dari sudut pandang ini jelas, bahwa cewe itu tidak matre, melainkan penuh persiapan matang dalam menatap hari depan. Ya, wajar saja jika mereka memerlukan kepastian hidup ia dan keluarganya nanti. Ingat kata Pak Mario, wanita yang realistis adalah wanita yang ingin pasangannya sukses. Namun, jangan terlalu banyak menuntut juga ya, hehehe.
Jadi, untuk mendapatkan mereka, kita sebagai cewe tidak perlu merubah sikap realistis tersebut. Melainkan cukup meluruskan saja beberapa hal yang bengkok. Hal bengkok tersebut ialah sikap cewe yang materialistis. Tapi saya tidak menggeneralisir ya, hehehe. Hanya beberapa cewe saja kok. Dimana ukuran ‘kemuliaan’ cowo di mata mereka ialah kepemilikan harta/materi, bukan lagi akhlak dan kepribadian cowo tersebut.
Namun agar fair, perilaku materialistis tidak hanya menyerang kaum cewe saja. Cowo juga bisa menjadi korban dari sikap buruk itu, selama ia terlalu larut menuruti hawa nafsunya terhadap harta.“Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan” (QS. al-Fajr: 20). Maka daripada itu, yuk mari sama-sama intropeksi diri menjadi pasangan yang lebih qana’ah (menerima apa adanya dengan penuh rasa syukur. Tapi, tetap harus dibarengi dengan usaha ya, guys!
Last but not least, cewe matre itu realistis, karena demi masa depan keluarganya kelak. Kalau pasangannya tidak mapan/berkucukupan, emang mau makan cinta doang? Cewe itu realistis karena ia punya rencana jangka panjang dalam hidupnya. Cowo harus pula memahami, bahwa berkeluarga itu bukan cuma perkara cinta. Tapi lebih dari itu, berkeluarga adalah soal pengorbanan dan kerjasama dalam membina rumah tangga.