Siapa yang bertahan, dialah pemenang! Mengutip sebuah ungkapan dalam sebuah film, turut mengantarkan saya menulis sebuah kisah yang menjadi pengalaman pribadi saya. Sebelumnya, perkenalkan nama saya Friska Marina, seorang gadis yang memiliki sejuta mimpi kelahiran Lampung 25 april 1998, si sulung dari dua bersaudara, mahasiswi semester 3 yang sedang menempuh pendidikan Strata 1 (S1) prodi Ilmu komunikasi di Universitas Teuku umar, Meulaboh, Aceh Barat. Mendapatkan kesempatan untuk dapat duduk dibangku kuliah merupakan suatu hal yang luar biasa bagi saya dan ini merupakan salah satu dari mimpi besar saya. Saya lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang memiliki latar belakang ekonomi yang bisa disebut serba kekurangan. Ayah saya meninggal setahun lalu akibat sakit jantung koroner yang sudah ia derita selama kurang lebih 13 tahun. Selama ayah sakit dan tidak dapat bekerja, ibu lah yang menjadi tulang punggung keluarga. Ibu bekerja sebagai buruh setrika dari pintu kepintu dengan upah yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Dengan perekonomian yang serbaa kekurangan timbul dibenak saya bagaimana tentang keinginan melanjutkan pendidikan tinggi dan mengejar mimpi-mimpi saya yang sudah tertanam didalam jiwa? hal ini mungkin yang akan menjadi pertanyaan dan saya akan bercerita mengenai pengalaman pribadi saya.
Percaya akan keajaiban tuhan, itulah yang selalu dingatkan oleh orangtua saya, seperti kata ayah saya “ Tidak ada yang tidak mungkin didunia ini”. Sejak kecil saya sudah terbiasa dengan kondisi yang sulit. Tempat tinggal yang belum tetap atau berpindah-pindah, orang tua yang tidak memiliki penghasilan tetap, jangankan untuk membeli alat transportasi seperti Motor bahkan untuk makan saja susah. Ketika saya masih duduk dibangku Sekolah Dasar (SD), saya tidak seperti anak-anak lain yang diantar sekolah dan dimanjakan dengan fasilitas-fasilitas yang memadai. Keadaan yang memaksa saya agar menjadi anak yang mandiri. Rumah kontrakan yang kami huni terletak jauh dari sekolah, tidak dapat dijangkau dengan berjalan kaki. Setiap harinya saya harus menumpang mobil tangki pengangkut minyak kelapa sawit yang menuju pabrik, sekolah saya tidak jauh dari pabrik tersebut. Pukul 06:00 wib di daerah Aceh masih cukup gelap ditambah lagi dengan wilayahnya yang dikelilingi perkebunan kelapa sawit, ketika anak-anak usia saya masa itu masih tertidur lelap saya sudah bersiap-siap untuk ke sekolah dan menunggu tumpangan. Bila mobil tersebut tidak bekerja maka ayah dan ibu akan mengusahakan untuk mencari tumpangan lain, jika tidak mendapatkan tumpangan saya tidak sekolah. terkadang rasa kecewa pun datang, tak jarang saya juga sering menangis. Sepulang sekolah saya juga melakukan hal yang sama yaitu menunggu tumpangan digardu depan sekolah, dengan memberanikan diri untuk memanggil siapa saja yang saya kenali wajahnya untuk meminta agar dapat diberi tumpangan. Saat itu, saya tidak berfikir panjang apa yang akan terjadi pada saya jika bersama orang lain yang tidak terlalu saya kenali. dibenak saya, yang terpenting adalah saya harus dapat pulang. berjam-jam menahan lapar dan haus itu sudah menjadi hal yang lumrah. Namun, perjuangan yang berat tentu akan memberikan hasil yang baik, saya rutin mendapatkan rangking kelas hingga saya lulus dengan nilai yang cukup memuaskan.
Hal yang masih saya rasakan sewaktu di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada saat, saya sudah kelas 3 SMP, orang tua saya berinisiatif agar saya tinggal dirumah temannya yang letaknya tidak jauh dari sekolah yang kebetulan beliau memiliki anak perempuan yang usianya sama dengan saya, hal ini bertujuan agar saya tidak sering telat lagi sekolah dan dapat belajar lebih maksimal dalam menghadapi Ujian Nasional.hidup dan tinggal diantara keluarga orang lain memang tidak senyaman tinggal dirumah sendiri. Ketika libur sekolah baru saya dapat pulang kerumah, selama kurang lebih setahun saya tinggal disana. setelah tamat SMP saya memiliki keinginan untuk bisa bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) yang populer dengan standar Internasional, khayalan saya sudah melambung tinggi. Namun, lagi-lagi ekonomi menjadi tembok besar penghalang impian saya, mau tidak mau saya harus mengalah pada keadaan. Kemudian saya mendaftar SMA yang letaknya tidak jauh dengan SMP saya sebelumnya. Alhamdulillah, keadaan ini tidak terlalu sulit, karena kebetulan kakak sepupu saya juga bersekolah ditempat yang sama, ia memiliki motor sehingga saya dapat pergi bersama-sama. Saya termasuk dalam kategori siswa yang aktif, bukan dalam bidang berorganisasi namun dalam bidang kompetisi. Guru-guru sering mengikutsertakan saya dalam berbagai perlombaan seperti cerdas cermat dan pekan olah raga, karena saya lumayan berprestasi dikelas. Namun saya sering sekali mengalami kegagalan, tetapi saya pantang menyerah.
Saya sering bercerita bersama sahabat-sahabat saya mengenai mimpi-mimpi saya yang setinggi langit, saya juga telah membuat planning mengenai tujuan saya setelah tamat sekolah nanti. Saya ingin kuliah di Kampus ternama di Indonesia, setelah itu saya melanjutkan Magister di luar negeri, lalu saya ingin menjadi seorang menteri, saya ingin menjadi seorang dokter dan lain-lain. Sering sekali saya diejek oleh teman-teman saya, mereka mengatakan “ kalau mimpi jangan tinggi-tinggi nanti kalo jatuh sakit, liat kebawah pantes enggak” sakit memang rasanya mendengarkan ucapan itu, namun saya tidak putus asa, jawaban saya hanya satu ketika itu “Manjadda wajadda, siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil”,begitulah kuatnya tekad saya.
Suatu ketika ada hal yang membuat saya hampir putus asa, saya jatuh sakit saat mendekati Ujian Nasional, sehingga saya harus dirawat selama 2 minggu dirumah sakit. Saya divonis menderita penyakit Glaukoma A, sakit yang menyerang bagian mata dan dapat menyebabkan kebutaan. setiap kali saya terbayang akan kehilangan penglihatan serta saya tidak dapat mewujudkan mimpi-mimpi saya yang selama ini telah saya rajut. akhirnya keajaiban itu datang dan saya dapat sembuh meski harus melakukan berobat jalan. Masa SMA akan berakhir, semua teman-teman saya sudah mempersiapkan kemana mereka akan kuliah sedangkan saya masih terdiam duduk disudut ruangan kelas menunggu keajaiban, hingga pada akhirnya salah satu teman saya memberikan kabar bahwa saya dipanggil keruang kepala sekolah. keajaiban yang saya tunggu ternyata telah datang, saya dinyatakan mendapatkan beasiswa kuliah. senang nya bukan kepalang. sepulang sekolah saya mengabarkan berita tersebut kepada kedua orang tua saya. mereka tersenyum bahagia. namun, lagi-lagi impian saya harus pupus karena saya mendapat kabar bahwa sekolah terlambat mendaftarkan seluruh siswanya untuk mengikuti selesksi awal SNMPTN. Saya pulang dengan membawa keputus asaan yang mendalam dan akhirnya saya memutuskan akan bekerja. Saya berfikir bahwa mimpi hanyalah mimpi. Tetapi didalam hati kecil saya, saya masih mempercayai akan kuasa tuhan. entah dari mana berita saya akan kuliah tersebar oleh tetangga dan orang disekitar saya, banyak orang yang meremehkan keluarga saya kala itu, kata mereka anak orang miskin seperti saya tidak pantas untuk kuliah, untuk makan aja susah apalagi mau berkuliah.tetapi ungkapan miring itu tidak menjadi penghambat, tetapi menjadi sebuah cambuk pelejit semangat untuk membuktikan bahwa saya mampu memberikan sebuah bukti prestasi sebagai kebanggaan keluarga dan dengan begitu orang juga akan mengakuin keberadaan yang sebelumnya sebagian orang tidak menganggapnya.
Ketika itu saya bertemu dengan salah seorang teman sekolah saya. Ia memberikan kabar gembira mengenai perkuliahan, ternyata masih ada seleksi beasiswa kedua. Sungguh senang hati saya mendengar kabar tersebut, kemudian saya meminta bantuan mereka untuk mengurus persyaratan pendaftaran hingga akirnya saya mengikuti seleksi SBMPTN. Saya tidak memiliki biaya untuk mengikuti bimbingan belajar, saya hanya belajar sendiri dirumah. Kemudian 2 hari sebelum seleksi saya pergi ke kota yang jaraknya kurang lebih 2 jam. Saya pergi hanya berbekal Tekad dan semangat. Saya pergi lebih awal untuk meminimalisir kegagalan karena keadaan, ketika itu. Saya tinggal dikos teman hingga seleksi selesai. Saya hanya berdoa dan menyerahkan semua usaha saya kepada ALLAH. Waktu yang dinanti-nanti pun telah tiba. Pengumuman kelulusan dan Alhamdulillah saya diterima disalah satu universitas pilihan saya. Betapa senangnya ibu dan ayah kala itu. Perjuangan saya tidak berhenti disana, saya harus melewati beberapa tahap lagi untuk dapat lolos beasiswa. Hingga akhirnya saya dinyatakan lolos sebagai penerima beasiswa. Sebelum memulai ajaran baru, banyak hal yang harus persiapkan, seperti sewa rumah, perlengkapan kebutuhan dan uang makan. Saat itu, orangtua tidak memiliki uang sepeser pun, ibu meminta untuk berhenti saja melanjutkan kuliah. Namun ayah bersikeras untuk terus mendukung. Hingga pada akhirnya ayah menjual harta satu-satu nya yakni tanah sepetak berukuran 10 x 20 m sebagai biaya saya masuk kuliah.
Harapan akan selalu ada, dan jangan pernah menyerah, kejarlah impian itu dan raihlah semua yang kamu inginkan dengan keinginan yang kuat itu.
Selamat ultah bang @popon dan sukses selalu ya...
silah kan bermimpi, tapi juga jangan lupa untuk bangun dan raih semua mimpi. salam komunikasi @friskamarina