Yogyakarta, Kulon progo, Temon. Salah satu desa terdampak oleh proyek pembangunan bandara skala internasional (NYIA). Sudah kurang lebih 6 tahun masyarakat Temon hidup dalam gempur pembangunan bandara, hingga satu per satu rumah tergusur hingga 2018 kini 37 rumah yang tersisa dan tidak menjual rumah beserta lahan dengan beberapa alasan, dan memang tanah itu sifatnya abadi sedangkan duit tidak, masyarakat yang tersisa dalam perjuangan menolak rumahnya digusur itu berlatarbelakang petani, dan apabila mereka tidak memiliki tanah, apakah mereka akan lanjut hidup ? Petani butuh tanah, dosen butuh mahasiswa, dan aku butuh upvote wkwk. Wajar ketika kaum tani, buruh, atau proletar selalu menjadi bidikan imperialis, korban dari kapitalistik. Karena sistem ekonomi yang hari ini Indonesia praktikan berupa ekonomi liberal, dimana memiliki kebebasan lebih dalam menggarap perekonomiannya walau tetap pada aktivitas ekonomi pasar, untuk menjunjung tinggi kepemilikan pribadi yang lebih cepat, serta ditambah praktik akumulasi, maka selalu dan pasti rakyat kecil yang selalu jadi korban. Baik secara imperial dan kolonial. Tapi inilah negara Indonesia, tidak ada surga di dunia ini yang lebih indah dan kaya seperti Indonesia, tetapi ditambah lagi hukum yang tak kunjung tajam terhadap kelas menengah ke atas serta nepotisme yang mengakar, namun hutang negri tetap hampir 4000 Triliun. Di Kulon Progo, khusunya Temon, adalah tanah yang subur -cocok tu untuk budidaya ganja- dan sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan untuk kota Kulon Progo, bahkan Yogyakarta. Tapi alhasil ladang produktif untuk pertanian pangan kini dirasa lebih produktif untuk menanam modal dan meraup laba. Tetap dalam kesadaran, ibu-ibu, anak-anak, dan bapak-bapak di sana tetap melawan dan menolak rumah maupun lahannya di jadikan bandara internasional, "aku mangan e yo sego, udu beton" kata salah satu ibuku yang bernama wagirah, beliau mempertahankan tanahnya karena hanya itu yang bisa ia wariskan untuk anak-cucunya, berani bertatap hadang dengan mesin perampas tanah dan setan perampas tanah. Ibu wagirah tak kenal takut pada mereka, dan tak pernah berhenti bersujud kepada yang lebih Kuasa dari para perampas tanah. Tetap melawan, maka kau ada. Perlawanan warga dan relawan di Kulon Progo akan abadi. Dan kematian sekalipun tidak menghentikan perlawanan itu. Pesan untuk cukong yang bertuhan pada uang, jangan sampai terlambat taubat. Apapun pakaian yang kau pakai hari ini, esok akan sama sepertiku, yaitu kain kafan.
Attacko ergosum, hhehe
melawan maka aku ada